Pelanggaran konstitusi : DPR dapat dibubarkan?
Posted Juli 11, 2008
on:Pasal 316d UU 10/2008 tentang Pemilu divonis Mahkamah Konstitusi sebagai bertentangan dengan UUD ‘1945. Produk DPR itu, karenanya dinyatakan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat. Amar putusan dibacakan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof. DR. Jimly Ashiddiqie dalam sidang pleno pembacaan putusan gugatan uji materiil, di ruang sidang utama Gedung MK, Jl . Merdeka Barat, Jakarta (10/7/2008).
Putusan atau vonis yang sangat menarik dicermati, sebab bagimanapun meski hanya satu pasal yaitu pasal 316d Undang Undang Nomor 10 Tahun 2006 tentang Pemilu, ( karena yang digugat hanya pasal tersebut ), hal ini berarti DPR telah melakukan pelanggaran terhadap UU Dasar 1945.
Atau setidaknya Pansus yang memproses lolosnya pasal tersebut telah melakukan pelanggaran terhadap konstitusi. Sebab dalam proses politik melahirkan suatu Undang Undang itu, karena kepentingan tertentu telah terjadi pemaksakan kehendak tanpa mengindahkan ketentuan Undang Undang Dasar 1945.
Jika presiden yang divonis telah melakukan pelanggaran terhadap konstitusi dapat dikenakan sansi impeachment atau dilengserkan. Sekarang pertanyaannya adalah terhadap DPR sebagai salah satu penyelenggara Negara, apa sanksinya? Apakah parlemen dapat juga dibubarkan karena telah melakukan pelanggaran terhadap konstitusi?
Agaknya belum ada ketentuan yang mengatur hal ini, namun perlu dipertimbangkan demi terlaksananya azas keadilan dalam penyelenggaran kehidupan bernegara di republik ini menuju negara yang berbudaya.
Adanya sanksi terhadap DPR perlu, karena sebagai pemegang kekuaan legislatif harus betul betul memahami konstitusi sebagai landasan hukum penyelenggaran Negara. Sangsi ini akan menjadi filter secara moral bagai mereka yang punya semangat tinggi untuk menjadi anggota DPR namun tidak memahami konstitusi. Sanksi diperlukan terhadap DPR agar ada rasa malu untuk menjadi anggota DPR apabila memang tidak pantas untuk jabatan pemegang amanah kedaulatn rakyat tersebut.
Juli 13, 2008 pada 2:59 am
Di Indonesia memang banyak produk undang undang yang bagus-bagus. Sayang banyak yang dilakukan dengan setengah hati. Karena banyak produk hukum yang tak bisa jalan lantaran tak ada ketentuan yang mengatur.
Sementara Pak Hakim hanya terpaku pada hukum positif saja. Tak pernah ada niatan untuk menciptakan/menemukan hukum, yang berdasar pada keadilan.