Realitas politik bukan realitas empiris.
Posted November 2, 2008
on:Undang Undang Anti Pornografi telah disyahkan. Bagaimanapun inilah realitas politik. Maksud saya realitas politik belum tentu realitas kehidupan masyarakat. Sebab realitas politik cenderung lebih kepada tataran ideal bukan pada realitas empiris. Misalnya jika menurut UUD 1945; bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Seharusnya, Negara memberikan jaminan kepada setiap warganya akan pekerjaan yang layak tetapi semua itu hanya pada tataran ideal. Kenyataan dalam kehidupan sangat jauh dari apa yan g dijamin konstitusi. Keadaan sebenarnya masih dalam idiom ” Diharapkan dan semoga” seperti yang lekat di bibir para pemimpin.
Masih dalam konteks UU Anti Pornografi, masyarakat suku Banjar, suku Dayak Ngaju, suku Bajau yang hidup diperairan sungai sungai dan pantai di Pulau Kalimantan masih sangat lekat dengan budaya mereka. Mereka masih mandi, cuci, di sungai. Sebagian besar masyarakat belum beradaptasi dengan pola MC para pembuat UU di Jakarta, meskipun mereka para anggota parlemen itu juga sebelumnya berasal dari kampung.
Cara masyarakat mandi, cuci, di tepian sungai bertentangan dengan pasal pasal yang mengatur tentang ketelanjangan. Tegasnya, kelompok masyarakat disini akan terancam sanksi UUAP bilamana sansi tersebut mau dilaksanakan secara konsekuen. Dengan realitas empiris seperti diatas menurut hemat saya UUAP masih berada pada tataran ideal. Kalau ditanyakan kepada para pemimpin makan jawabannya kembali ke idiom ”diharapkan dan semoga”.
November 2, 2008 pada 6:23 pm
berlakukan UUap…sama yg bikin aja..:mrgreen:
@sitidjenar
Iyaa ho oh..terlebih lagi para pemilik industri garmen tentu lagi mikirin bagaimana disain pakaian yang bisa sesuai dengan UUAP, model baju gamis yang ada belum masuk pasar, celana jean dibawah pusar bakal gak laku. Tapi ini hanya kekhawatiran…sedangkan aktualnya kaya apa belum dapat diprediksi. 🙂