Loyalitas JK Terhadap Pemilihnya Sebagai Fatsun Politik.
Posted Februari 22, 2009
on:Setelah sekian lama JK dengan gigih mempertahankan loyalitas kepada rakyat pemilihnya dengan cara tidak menyatakan diri bersedia maju sebagai Capres Partai Golkar, akhirnya tembok fatsun politiknya jebol juga. Sungguh berat mengambil keputusan dibawah tekanan antara loyal kepada Partai Golkar atau tetap loyal kepada pemilihnya. Sunguh berat untuk bertahan pada prinsip ” My loyality to my party will end when my loyality to my country begin” – John Fitzgerald Kennedy.
Keyakinan dan kesadaran penuh untuk tetap berada dalam koridor konstitusi UUD 1945 dalam konteks sebagai incumbent maka loyalitas terhadap pemilihnya merupakan fatsun politik, Mengapa? sebab konstitusi menyatakan bahwa : Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Demikian tercantum pada Bab III pasal 6A ayat 1 Undang Undang Dasar 1945.
Saya yakin itulah dasar pemikiran JK, mengapa beliau selama ini bertahan untuk tidak menyatakan dengan tegas bersedia maju sebagai Capres 2009. Samar samar diungkapkan dengan retorika bahwa Capres Partai Golkar akan ditentukan setelah pemilu legislatif. Latar belakang pertimbangan ini yang tidak banyak dipahami secara luas bahkan oleh kader Partai Golkar sendiri, karena diliputi oleh kecemasan dan ambisi para caleg untuk memenangkan Pemilu Legislatif 2009
Sekarang era keterbukaan, mengapa pendirian prinsip loyalitas kepada pemilihnya itu tidak dinyatakan saja secara tegas kepada publik?
Satu hal harus diingat dan diperhatikan bahwa SBY telah menyatakan bersedia maju sebagai Capres Partai Demokrat. Akan sangat kontradiktif seandainya JK mengatakan bahwa dia memegang fatsun politiknya karena tunduk kepada konstitusi. Pernyataan itu langsung menghancurkan kesatuan SBY-JK sebagai pemegang mandat mayoritas kedaulatan rakyat. Jalannya pemerintahan akan langsung amburadul karena perpecahan. Rakyat menjadi korban.
Pasangan Presiden dan Wakil Presiden yang mengemban mandat karena dipilih secara langsung oleh rakyat pada Pilpres 2004 yaitu SBY-JK sejatinya mengakhiri loyaltas kepada Partai Demokrat yang mengusungnya. Demikian juga terhadap JK kepada Patai Golkar dalam hal mana baru menjadi Ketua Umum dalam Munas Bali, justeru setelah dia terpilih menjadi Wapres.
Memang ada argumentasi bahwa SBY maupun JK harus loyal kepada partainya karena dia dipilih oleh pendukung partai. Faktanya tidak demikian karena hasil Pemilu Legislatif 2004, Partai Demokrat, perolehan suaranya kecil yaitu hanya 7,45% atau cuma rangking ke 7 dari tujuh partai teratas. Orang dengan mudah melupakan bahwa pasangan SBY-JK dipilih dengan mayoritas signifikan sebesar 60.62% atau 69.226.350 suara sah rakyat Indonesia.
Tapi begitulah dunia politik mengkondisikan bahwa bangsa ini terus menerus “belajar berdemokrasi” sebagai suatu idiom politik sebagaimana dimasa Bung Karno dengan istilah “Revolusi Belum Selesai” dimasa Pak Harto ” Pembangunan Berkesinambungan” dan entah apalagi pada perubahan mendatang.
April 30, 2009 pada 9:14 am
mohon maaf sebelumnya, terus terang saja saya baru dengar istilah “fatsun” ketika baru-2 ini para parpol sibuk berkoalisi, untuk itu mohon kiranya berkenan memberikan pengertian atau definisi tentang istilah tersebut, terima kasih sebelumnya kami ucapkan
@ Sdr. Hadi Isnadi Yth.
Terima kasih telah berkunjung ke blog ini. Maaf kalau saya tidak salah, fatsun maknanya adalah kode etik tak tertulis dan berkaitan dengan kepribadian sesorang memegang komitmennya. Saya rasa Pak Jika sangat menjaga etikanya dalam berpolitik. Karena beliau dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu pasangan dengan Pak SBY, maka beliau berupaya bertahan memegang mandat rakyat tersebut. (syam Jr)