Sakur Pulang Ke Nganjuk: Peristiwa Diplomatik?
Posted April 19, 2009
on:Suatu kejadian kecil mungkin saja menjadi peristiwa diplomatic manakala menyangkut eksistensi hukum suatu negara “dilanggar”. Posting ini tidak bermaksud untuk menyulut terjadinya peristiwa diplomatic untuk tidak menyebutnya sebagai kasus diplomatik antara Indonesia dan Malaysia.
Posting ini bermaksud mengajak untuk memandang permasalahan semacam ini secara rational yang manarik studi hubungan internasional. Orang Indonesia yang mempunyai saudara di Malaysia hendaknya tidak mengandalkan sekadar keturunan atau asal usul tanpa mempertimbangkan hukum suatu negara, dalam hal ini Malaysia.
Hari ini ( 19/4 /2009 ) sebagaimana disiarkan Kompas.Com, saya kutipkan sebagiannya ceriteranya dibawah ini.
Seorang warga negara Indonesia (WNI) bernama Sakur (91), akhirnya bisa pulang kampung ke Nganjuk, Jawa Timur setelah 61 tahun tinggal secara ilegal di Malaysia. Sejak tahun 1948, ia hidup dari masjid ke masjid sebagai pemijat tradisional di Negeri Jiran itu.
“Alhamdulillah akhirnya saya bisa juga pulang kampung,” kata Sakur berlinang air mata di Kuala Lumpur International Airport, Minggu sore. Dia diantar beberapa warga Malaysia keturunan Jawa.
Sakur lahir di Nganjuk 10 Agustus 1917 dan tahun 1948 masuk ke Malaysia. Awalnya, ia tinggal di Johor Bahru kemudian mengembara ke berbagai negara bagian Malaysia, hingga ke Pulau Penang, Kota Tinggi dengan jalan kaki berhari-hari.
Saya khawatir Pemerintah Malaysia akan mengklaim bahwa; Sakur adalah warga negaranya. Sebab, Sakur sudah berada di tanah semenajung sebelum kemerdekaan Malaysia dan kemungkinan yang bersangkutan juga tidak memegang Paspor Indonesia dan atau bahkan KTP Nganjuk – Jawa Timur sekalipun.
Kedudukan Sakur menjadi stateless ( tanpa status kewarga negara-an ) sampai dengan hari kemerdekaan Malaysia pada 1957 dan tetap menjadi stateless manakala dia karena kondisisinya, tidak menyatakan dengan tegas bahwa dia adalah warga negara Malaysia atau Warga Negara Indonesia.
Saya tidak mengetahui apakah Malaysia mempunyai aturan hukum untuk kasus ini. Tetapi saya yakin bahwa setiap negara mempunyainya. Administrasi negara tidak memberikan peluang kepada sesorang untuk menjadi stateless dan pasti mempunyai dasar hukum untuk mengaturnya.
Saya khawatir “pemberian paspor” oleh Kedubes Indonesia di KL dalam proses pemulangan Sakur ke Nganjuk bisa berkembang menjadi peristiwa diplomatic.
Tinggalkan Balasan